karena tak semua yang terasa bisa diucapkan
Ada kalanya mulut tak bicara,
tapi hati tak pernah berhenti bersuara.
Dalam diam yang panjang,
dalam tatap kosong yang kau kira biasa,
sebenarnya hati sedang ramai.
Ramai oleh rasa yang tak tahu harus dibawa ke mana.
Kita diajari untuk kuat,
untuk tegar, untuk terlihat baik-baik saja.
Tapi siapa yang mengajari kita
cara menangis tanpa merasa lemah?
Cara jujur tanpa takut dianggap terlalu rapuh?
Hati bicara,
tapi tak dengan kata-kata.
Ia bicara lewat napas yang berat,
mata yang sembab tapi disangkal,
senyum yang terlalu tipis untuk disebut bahagia.
Ketika kamu merasa sesak tapi tidak tau mengapa?
Kangen sesuatu yang bahkan gak jelas bentuknya?
Ingin cerita, tapi gak tahu mulai dari mana?
Itu hati,
lagi bicara.
Pelan-pelan,
dalam bahasa yang cuma kamu yang paham.
Kadang, diam bukan karena tak ada yang ingin dikatakan.
Justru karena terlalu banyak yang ingin diucapkan,
tapi tak ada ruang yang cukup aman untuk menampungnya.
Dan di saat seperti itu,
diam jadi satu-satunya cara untuk tetap bernapas.
Bukan karena menyerah,
tapi karena hati tahu:
ada hal-hal yang hanya bisa diproses dalam sunyi.
Malam jadi tempat paling jujur,
karena di situlah suara hati terdengar paling jelas.
Bukan lewat teriakan,
tapi lewat hening yang menggigit.
Dan mungkin,
yang kita butuhkan bukan seseorang yang terus bertanya,
tapi seseorang yang mau duduk di samping,
tanpa perlu bicara,
tanpa perlu menuntut cerita.
Karena terkadang,
yang paling kita butuhkan hanyalah didengar—
walau tak ada satu kata pun keluar dari mulut kita.
Komentar
Posting Komentar