Kadang, ada hal-hal yang cuma bisa dipendam. Bukan karena gak penting, tapi karena gak tahu harus mulai dari mana.
Kadang, ada hal-hal yang cuma bisa dipendam.
Bukan karena gak penting, tapi karena gak tahu harus mulai dari mana.
Dan lebih dari itu… gak tahu apakah orang lain bakal ngerti atau nggak.
Pernah gak sih, ngerasa kayak kamu pengin banget cerita—tapi mulutmu kaku, hatimu ragu, dan kepalamu sibuk nyari kata yang tepat? Akhirnya gak ada yang keluar. Yang ada cuma senyum tipis dan “gak papa kok” yang sebenarnya gak pernah jujur.
Kita mungkin sering ada di situ.
Di antara kata yang gak selesai, dan rasa yang keburu tenggelam.
Ada rindu yang cuma bisa ditulis diam-diam.
Ada kecewa yang cuma bisa disimpan karena takut dibilang drama.
Ada sayang yang cuma bisa dipeluk dalam doa, bukan di peluk nyata.
Dan yang paling menyakitkan mungkin… saat kamu sadar, kamu udah terbiasa gak di-dengerin. Jadi kamu berhenti nyoba.
Di luar, mungkin keliatan baik-baik aja. Tapi dalemnya? Ribut.
Ribut sama pikiran sendiri, ribut sama ekspektasi, ribut sama kenangan yang gak diajak datang tapi maksa tinggal.
Buat semua rasa yang gak pernah sempat diucap.
Yang cuma numpang lewat di pikiran jam dua pagi.
Yang cuma berani ditulis di notes, bukan dikirim ke orangnya.
Yang cuma bisa diam—karena ngomong malah bikin tambah sakit.
Tapi gak apa-apa.
Gak semua hal harus diucapkan.
Ada yang cukup disimpan, dirasa, dan diikhlaskan pelan-pelan.
Karena ternyata, diam pun bisa jadi bentuk keberanian.
Keberanian untuk tetap bertahan, bahkan saat tak satu pun kata berpihak.
Komentar
Posting Komentar