karena tak semua kesunyian harus dihindari
Dulu, aku takut sepi.
Takut berada sendiri di kamar yang terlalu hening,
takut makan sendirian di tengah keramaian,
takut berjalan tanpa suara langkah lain di sampingku.
Sepi selalu terasa seperti kekalahan.
Seperti ditinggalkan,
seperti tak cukup berarti untuk ditemani.
Aku tumbuh dengan pikiran bahwa bahagia itu harus ramai.
Harus ada tawa yang bersahutan,
chat yang terus berdenting,
dan jadwal yang penuh oleh pertemuan.
Tapi kemudian hidup mengajarkanku pelan-pelan…
bahwa tidak semua yang sendiri itu kesepian.
Dan tidak semua keheningan harus ditakuti.
Karena sepi juga bisa jadi tempat istirahat.
Tempat di mana aku bisa mendengar suara hatiku sendiri,
yang selama ini tenggelam oleh bising dunia.
Di dalam sepi, aku belajar bernapas lebih pelan.
Belajar menangis tanpa merasa lemah,
belajar memeluk diriku sendiri,
tanpa berharap orang lain yang datang duluan.
Sepi mengajarkanku menjadi utuh—
tanpa harus bergantung pada kehadiran siapa pun.
Kini aku tahu,
sepi bukan musuh.
Dia hanya ruang kosong yang memberi tempat bagi luka untuk sembuh.
Bagi hati untuk bicara,
dan bagi jiwa untuk kembali ke dirinya sendiri.
Dan ketika aku mulai berdamai dengannya,
sepiku berubah jadi taman.
Tak ramai, tapi damai.
Tak penuh, tapi cukup.
Komentar
Posting Komentar